PENANGANAN GIGITAN ULAR
Oleh dr. M. Rizqy Setyarto, SpB, SpBP-RE dari RSUP Dr.Kariadi

Beberapa minggu terakhir ini, kita dikejutkan dengan berita tentang keberadaan ular yang meningkat dilingkungan sekitar kita. Salah satu penyebab kejadian kematian pasca gigitan ular adalah kurangnya pemahaman terhadap penanganan gigitan ular berbisa.

Sekitar 50% dari gigitan ular berbisa merupakan dry bites atau gigitan kering, yaitu ular berbisa mengigit tanpa mengeluarkan bisa. Dry bites tidak menimbulkan gejala yang bersifat sistemik.
Berdasarkan jenis bisanya, ular dapat dikategorikan menjadi 4 (empat), yaitu:
1. Neurotoksin : jenis bisa yang menyerang saraf
2. Hemotoksin : jenis bisa yang menyerang darah
3. Kardiotoksin: jenis bisa yang menyerang jantung
4. Sitotoksin : jenis bisa yang menyerang sel

Beberapa ular berbisa akan memunculkan gejala tersendiri. Namun secara umum, gigitan ular dapat diidentifikasi melalui tanda dan gejala berikut:
- Terdapat dua luka gigitan
- Nyeri dan bengkak, kemerahan/ kehitaman dan/ atau lepuh di sekitar luka gigitan
- Sesak nafas, mual dan muntah
- Penglihatan kabur
- Berkeringat
- Air liur meningkat
- Mati rasa di wajah dan anggota badan tertentu
Berikut ini beberapa tip bila digigit ular :
Yang perlu dilakukan :
- Tetap tenang dan usahakan untuk mengingat jenis, warna, serta ukuran ular.
- Kurangi aktifitas dan melakukan imobilisasi area gigitan.
- Posisikan area gigitan lebih rendah dari jantung.
- Tutup dengan kain kering yang bersih.
- Lepaskan cincin atau jam tangan dari anggota tubuh yang digigit
- Longgarkan pakaian yang dipakai.
- Segera dikirim untuk pertolongan medis terdekat.

Yang tidak boleh dilakukan :
- Memanipulasi luka, baik dengan cara menyedot bisa ular dari tempat gigitan atau menyayat kulit agar bisa keluar bersama darah, menggosok dengan zat kimia, atau mengompres dengan air panas atau es pada luka gigitan.
- Mengikat atau member torniket terlalu keras pada luka gigitan.
- Minum minuman alcohol atau kopi.
- Mencoba mengejar dan menangkap ular.

Apabila ular yang menggigit tidak berbisa, maka dokter akan memberikan terapi antibiotika dan pencegahan tetanus sesuai dengan indikasi, sedangkan pada kasus yang lebih berat dapat diberikan anti venom. Untuk mengurangi gejala nyeri yang ada, penderita dapat diberikan anti nyeri seperti Parasetmol.

Di Indonesia, antivenom yang tersedia adalah serum anti bisa ular (SABU) polivalen yang mengandung bisa dari 3 jenis ular,diproduksi oleh Bio Farma dengan sedia anampul 5 mL. Dosis awal anti venom yang disarankan dapat diberikan berdasarkan derajat venomisasi seperti pada table berikut.
Tabel Pedoman Terapi Antivenom Ular menurut Luck (Djunaedi 2009)
Derajat Beratnya envenomasi Taring atau gigi Ukuran zona edema/ eritema kulit (cm) Gejala sistemik Jumlah vial
0 Tidak ada + <2 - 0
I Minimal + 2-15 - 5
II Sedang + 15-30 + 10
III Berat + >30 ++ 15
IV Berat + <2 +++ 15

Cara pemberian SABU menurut rekomendasi WHO (2016) ada 2 (dua) cara yaitu:
1. Injeksi “push” intravena:
Antivenom cair diberikan dengan injeksi intravena lambat (tidak lebih dari 2 ml / menit).
2. Infusi ntravena:
Antivenom cair dilarutkan dalam sekitar 5 ml cairan isotonik per kg berat badan (yaitu sekitar 250 ml saline isotonic atau 5% dekstrosa dalam kasus pasien dewasa) dan diinfuskan pada tingkat konstan selama sekitar 30-60 menit.
Jangan lupa untuk selalu menyediakan adrenalin pada saat pemberian serum anti bisa ular.

Share:

Tags:

Beri Komentar