KURANG PENDENGARAN AKIBAT BISING
( dr. Dwi Marliyawati, Sp.THT-KL, MSi.Med)
Bising merupakan bunyi yang tidak dikehendaki atau tidak disenangi yang merupakan aktivitas alam dan buatan manusia. Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan industri ke arah penggunaan mesin-mesin kendaraan bermotor, mesin- mesin pabrik, alat-alat transportasi berat, dan lain sebagainya. Bising juga dapat dijumpai pada lingkungan area bermain, konser musik, studio musik dan bahkan volume musik pada dengan penggunaan earphone.
Bising dapat menyebabkan berbagai gangguan terhadap kesehatan seperti peningkatan tekanan darah, gangguan psikologis, gangguan komunikasi, gangguan keseimbangan dan gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran adalah gangguan paling serius karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian dapat bersifat sementara atau menetap. Gangguan pendengaran akibat bising sering dijumpai pada pekerja industri di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Ambang batas maksimum aman dari bising bagi manusia adalah 80 dB.
Menurut pengamatan Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian (PGPKt), kemungkinan adanya resiko gangguan pendengaran pada usia yang lebih muda. Banyaknya tempat permainan anak-anak seperti time zone atau fun stations, ternyata setelah dilakukan pengukuran, intensitas kebisingan di tempat ini berkisar antara 80-90 dB. Intensitas kebisingan tersebut, bila terpapar dalam waktu yang lama dapat menyebabkan ketulian. Kemajuan teknologi mendengar musik seperti ipod, mp3, dengan memakai headset (handsfree) tanpa kontrol terhadap suara musik dan lamanya pemakaian dapat beresi- ko terhadap pendengaran. Menurut Peraturan Kementerian Ketenagakerja mengatur batas intensitas suatu lingkungan kerja adalah 85 dB dalam waktu 8 jam terpapar. Intensitas yang lebih dari itu harus membatasi waktu terpapar dan memakai alat pelindung telinga.
Bising dengan intensitas tinggi yang berlangsung dalam waktu lama, minimal 5 tahun, akan menyebabkan perubahan metabolisme dan vaskuler. Sebagai akibat terjadi robekan sel-sel rambut organ Corti dan kerusakan degeneratif sel-sel tersebut, yang kemudian berlanjut dengan destruksi total dari organ tersebut dan kehilangan pen- dengaran yang permanen. Keluhan bisa berupa kurang pendengaran dan telinga berdenging yang progresif lambat.
Deteksi dini gangguan pendengaran akibat bising perlu dilakukan, mengingat kerusakannya bisa bersifat permanen. Program-program yang dapat dilakukan berupa pemeriksaan audiometri nada murni dilakukan secara berkala minimal sekali dalam setahun pada pekerja dengan lingkungan kerja yang bising. Pemeriksaan ini sangat diperlukan untuk mengetahui perubahan ambang dengar pekerja tersebut. Konseling dan pendidikan kesehatan harus dilakukan pada semua pekerja yang memiliki risiko tinggi terjadinya gangguan pendengaran akibat bising.
Pencegahan yang dapat dilakukan antara lain pemakaian alat pelindung telinga sesuai dengan intensitas bising, yang digunakan secara terus-menerus selama dalam lingkungan kerja. Bising juga dapat dikurangi dengan meredam mesin-mesin penghasil bising. Pegawai yang terpapar intensitas bising tinggi bisa dimutasi berkala agar tidak lama terpapar bising.
Referensi
- Soetjipto D, Zizlavsky S. Polusi Bising dan Gangguan Pendengaran akibat bising (GPAB). Editor : Mangunkusumo. Buku teks komprehensif Ilmu THT-KL. PenerbitEGC Jakarta. 2019. h: 115
- Gubata ME, Packnett ER, Feng X, Suma’mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes). Jakarta: CV Sagung Seto; 2009.
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Nomor 879/Menkes/SK/- XI/2006 tentang Rencana Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan Ketulian Untuk Mencapai Sound Hearing 2030. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2006.
- Warwick W. The epidemiology of noise expousure in Australia work- force. Noise and Health. A bimonthly Interdicyplinary International Journal 2013; 15(66): 326-31.
Beri Komentar