IGD MODERN DI ERA PANDEMI COVID-19

Oleh Ns. Eka Dafid Zakaria, S.Kep dari RSUP Dr.Kariadi

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah unit pelayanan di Rumah Sakit yang memberi penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cidera, yang membutuhkan perawatan gawat darurat (Queensland Health ED, 2012). Sedangkan menurut Permenkes RI No. 47 tahun 2018, IGD merupakan salah satu unit pelayanan di Rumah Sakit yang menyediakan penanganan awal (bagi pasien yang datang langsung ke rumah sakit)/lanjutan (bagi pasien rujukan dari fasilitas pelayanan kesehatan lain), menderita sakit ataupun cedera yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya. IGD memiliki tujuan utama untuk menerima, melakukan triage, menstabilisasi, dan memberikan pelayanan kesehatan akut untuk pasien, termasuk pasien yang membutuhkan resusitasi dan pasien dengan tingkat kegawatan tertentu (Australasian College for Emergency Medicine, 2014).

Secara garis besar kegiatan di IGD rumah sakit secara umum terdiri dari : 1) Menyelenggarakan pelayanan kegawatdaruratan yang bertujuan menangani kondisi akut atau menyelamatkan nyawa dan/atau kecacatan pasien. 2) Menerima pasien rujukan yang memerlukan penanganan lanjutan/definitif dari fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. 3) Merujuk kasus-kasus gawat darurat apabila rumah sakit tersebut tidak mampu melakukan layanan lanjutan (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). Fasilitas Pelayanan Kesehatan seperti Puskesmas, Klinik, maupun RS di era pandemi COVID-19 akan sangat berbeda dengan sebelum adanya COVID-19. Rumah Sakit perlu menerapkan prosedur screening lebih ketat dalam hal penerimaan pasien, pembatasan pengunjung/pendamping pasien, kewaspadaan standar protokol PPI juga harus dilaksanakan sesuai dengan prosedur, dan bahkan memisahkan pelayanan untuk pasien COVID-19 dan non COVID-19 agar memberi rasa aman dan nyaman kepada pasien, penunggu/pengunjung, maupun petugas kesehatan yang sedang bekerja serta mengurangi terjadinya resiko infeksi nosokomial di Rumah Sakit.

Di Indonesia kasus COVID-19 pertama kali diumumkan pada tanggal 2 Maret 2020 sebanyak 2 kasus dan sampai saat ini kasus COVID-19 semakin hari semakin bertambah. Pada tanggal 20 Februari 2021 jumlah orang yang diperiksa sebesar 6.871.210 jiwa dengan kasus terkonfirmasi 1.271.353 jiwa, kasus sembuh 1.078.840 jiwa, dan kasus meninggal 34.316 (CFR 2,7 %). Provinsi dengan kasus terkonfirmasi terbanyak adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah (http://infeksiemerging.kemkes.go.id). Meningkatnya jumlah kasus harian di Indonesia menyebabkan fasilitas kesehatan terutama RS rujukan COVID-19 menjadi “kewalahan” dengan banyaknya temuan kasus COVID-19 yang datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD), sementara kapasitas ruang isolasi di IGD terbatas.

Kebijakan Rumah Sakit saat pandemi COVID-19 ini pada umumnya mewajibkan dilakukan screening pada pasien yang akan berobat baik melalui Poliklinik maupun IGD. Salah satu contoh di RSUP Dr. Kariadi Semarang baik pasien dan penunggu yang datang ke Poliklinik maupun IGD wajib mengisi screening COVID-19 baik secara online maupun mengisi secara langsung lembar screening COVID-19 yang tersedia di ruang screening maupun triage, Bahkan, petugas kesehatan pun juga tiap minggunya diwajibkan mengisi screening melalui aplikasi online. Waktu menunggu hasil screening COVID-19 yang tidak bisa cepat akan menyebabkan penumpukan pasien di triage IGD sehingga akan berakibat fatal jika ada salah satu pasien diantaranya positif COVID-19, kondisi inilah yang menyebabkan adanya rasa cemas dan takut bagi tenaga kesehatan yang bertugas walaupun sudah menggunakan APD minimal level 2.

Untuk itulah diperlukan modifikasi pelayanan IGD di era pandemi COVID-19 ini supaya menjamin rasa aman, nyaman, dan juga mengurangi resiko terjadinya infeksi silang baik pasien, penunggu, maupun tenaga kesehatan yang bertugas. Dikutip dari International Federation Emergency Medicine (2020) dan Panduan Teknis Pelayanan Rumah Sakit Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI, 2020) maka RSUP Dr. Kariadi Semarang merekomendasikan pelayanan IGD di era pandemi COVID-19 adalah sebagai berikut :

  1. Memodifikasi Triage IGD di Era pandemi COVID-19 tanpa menghilangkan fungsi sebelumnya

Triage berasal dari kata “Trier” (Perancis) yang artinya “Screening” di medan perang, pertama kali selama perang Napoleon di abad ke-18 (Ganley L., 2011). Triage merupakan proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis penanganan/intervensi kegawatdaruratan. 2) Triage tidak disertai tindakan/intervensi medis. 3) Prinsip triage diberlakukan sistem prioritas yaitu penentuan/penyeleksian mana yang harus di dahulukan mengenai penanganan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa (Permenkes RI No. 47 tahun 2018). Pada prinsipnya proses triage adalah mengidentifikasi pasien yang memerlukan pertolongan medis segera, pasien yang dapat ditunda pertolongannya, atau pasien yang mungkin membutuhkan rujuk ke fasilitas kesehatan lain akibat kondisi tertentu. Sebelum pandemi di RSUP Dr. Kariadi mempunyai penilaian triage yang digunakan setiap harinya di IGD, akan tetapi dengan adanya pandemi COVID-19 ini mengharuskan Rumah Sakit memodifikasi triage dengan menambahkan lembar screening COVID-19 yang bertujuan untuk memisahkan pelayanan yang akan diberikan, mana pasien yang akan masuk ke IGD Covid dan mana yang ke IGD non Covid sehingga tidak bercampur jadi satu antara pasien Covid dan non Covid.

 

  1. Pemisahan Area dan Petugas Perawatan COVID-19 di IGD

Pemisahan area ini meliputi area resiko tinggi dan resiko rendah atau area IGD Covid dan non Covid. Area IGD Covid letaknya terpisah dengan IGD non Covid baik itu secara permanen atau sementara yang ditandai dengan penanda khusus yang jelas. Bagi Rumah Sakit yang mempunyai SDM yang banyak dan memadai maka dapat dibagi menjadi petugas IGD Covid dan non Covid akan tetapi bagi Rumah Sakit yang SDM nya sedikit maka dapat di atur jadwal jaganya atau pembagian jam shift pelayanan antara pelayanan biasa (non Covid) dan pelayanan Covid. Bila ruangan IGD di Rumah Sakit tidak bisa dipisah antara pelayanan Covid dan non Covid oleh karena keterbatasan sarana dan prasarana maka bisa dengan mengatur jadwal pelayanan, pembagian shift kerja, ataupun hari pelayanan yang diikuti dengan tindakan dekontaminasi setelah untuk perawatan pasien Covid baik dari segi alat maupun ruangan sesuai aturan yang berlaku di fasilitas kesehatan tersebut. Diharapkan dengan adanya pemisahan area dan petugas perawatan baik Covid dan Non Covid akan memberikan rasa aman, nyaman terhadap pasien maupun petugas kesehatan yang sedang bekerja dan mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial di Rumah Sakit.

 

  1. Adanya Sumber Daya Pre Hospital Care (PHC) seperti Tim COVID-19 Mobile dan Ambulan Khusus Perawatan COVID-19

Pre Hospital Care adalah pemberian pelayanan dimana pertama kali korban ditemukan, selama proses transportasi hingga pasien tiba di Rumah sakit (Margaretha, 2012). Jika pertama kali korban tidak diberi pertolongan yang optimal maka akan timbul masalah baik kecacatan bahkan sampai kematian. Hal ini juga berlaku pada pasien COVID-19 yang terkonfirmasi yang sedang isolasi mandiri di rumah, apalagi pasien ada gejala sedang sampai berat maka adanya Tim COVID-19 Mobile beserta ambulan khusus COVID-19 akan sangat membantu sekali dalam memberikan pertolongan pertama sebelum sampai ke Rumah Sakit untuk perawatan yang lebih lanjut. Untuk itu, maka fasilitas kesehatan baik Rumah sakit atau Puskesmas perlu memikirkan pentingnya Pre Hospital Care terutama adanya Tim COVID-19 Mobile beserta ambulan khusus Covid-19 yang bisa segera memberikan pertolongan pada pasien yang sedang isolasi mandiri yang mengalami keluhan terutama dengan gejala sedang dan berat sebelum dirujuk ke IGD Rumah sakit.

 

  1. Pemanfaatan Teknologi Informasi Digital Seperti Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE), Rekam Medis Elektronik (RME), Maupun Resep Elektronik (e-Resep)

Sistem Rujukan Terintegrasi (SISRUTE) merupakan teknologi informasi berbasis internet yang dapat menghubungkan data pasien secara timbal balik, dari tingkat layanan lebih rendah ke tingkat layanan lebih tinggi atau sederajat, vertikal maupun horizontal dengan tujuan untuk mempermudah dan mempercepat proses rujukan pasien. (Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI, 2019). Kebijakan permohonan penggunaan aplikasi sisrute ke Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota ini tertuang dalam surat edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan No. YR.04.02/III/6014/2018, salah satu aplikasi terintegrasi yang ada di dalam sisrute adalah Telemedicine.

Telemedicine adalah suatu pemberian pelayanan kesehatan jarak jauh oleh professional kesehatan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi meliputi pertukaran informasi diagnosis, pengobatan, pencegahan penyakit dan cedera, penelitian dan evaluasi, dan pendidikan berkelanjutan penyedia layanan kesehatan untuk kepentingan peningkatan kesehatan individu dan masyarakat, Sedangkan pelayanan telemedicine yaitu telemedicine yang dilaksanakan antara fasilitas kesehatan satu dengan fasilitas kesehatan yang lain berupa konsultasi untuk penegakan diagnosis, terapi, dan/atau pencegahan penyakit (Permenkes No. 20 Tahun 2019). Metode telemedicine ini bisa berupa tulisan, suara, dan/atau video secara langsung untuk mendapatkan informasi dengan menggunakan aplikasi telemedicine dengan tujuan mengurangi pertemuan secara langsung dan membatasi jarak antar individu. Catatan rekam medis maupun resep obat yang berupa kertas menjadi salah satu perantara penyebaran COVID-19 di Rumah Sakit, sehingga penggunaan teknologi Rekam Medis Elektronik (RME) dan Resep Elektronik (e-Resep) ini sangat bermanfaat untuk mengurangi adanya sentuhan antar petugas kesehatan yang bekerja.

  1. Batasi Pengunjung/Penunggu di IGD

Adanya pembatasan pengunjung/penunggu pasien di Rumah Sakit khususnya di IGD dimaksudkan untuk mengurangi mobilisasi/kerumunan dan keramaian serta mencegah penyebaran COVID-19 di lingkungan Rumah Sakit sehingga keamanan dan keselamatan pasien serta tenaga kesehatan tetap terjaga.

 

Referensi :

  1. Australasian College for Emergency Medicine. 2014. Emergency Department Design Guidelines.
  2. Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan Kemenkes RI. 2020. Panduan Teknis Pelayanan Rumah Sakit Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. Jakarta : Kementerian Kesehatan.
  3. Ganley, L., & Gloster, A. S. (2011). An overview of triage in the emergency department. Nursing Standard (through 2013), 26(12), 49.
  4. https://infeksiemerging.kemkes.go.id/situasi-infeksi-emerging/situasi-terkini-perkembangan-coronavirus-disease-covid-19-21-februari-2021.
  5. (2012). Buku Cerdas P3K :101 Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan. Yogyakarta : Niaga Swadaya.
  6. Menteri Kesehatan RI. 2018. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Kegawatdaruratan.
  7. Menteri Kesehatan RI. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
  8. Queesland Health. 2012. Implementation Standart For Emergency. Departement Short Stay Unit Version 1.0. Queensland Government.

 

 

 

Nama Penulis       : Ns. Eka Dafid Zakaria, S.Kep

Unit Kerja            : Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Share:

Tags:

Beri Komentar